Jumat, 18 Desember 2015

"Komposisi Pimpinan Terpilih KPK Mengkhawatirkan"

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Miko Susanto Ginting, menilai, komposisi lima pimpinan terpilih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkhawatirkan. Lima pimpinan terpilih itu adalah Agus Rahardjo, Basaria Panjaitan, Alexan der Marwata, Laode Muhammad Syarif, dan Saut Situ morang. "Komposisi pimpin an KPK yang terpilih meng khawatirkan. Setidak nya bisa diukur lewat dua hal," ujar Miko saat dihubungi, Kamis (17/12/2015).
Pertama, kata Miko, komitmen penguatan KPK oleh tiga dari lima pimpinan terpilih sejak awal menim bulkan keraguan. Mereka adalah Basaria, Alexander, dan Saut. Basaria, kata Miko, menyatakan secara terbuka bahwa KPK cukup menjadi pusat pelaporan antikorupsi. "Artinya, jika ada kasus korupsi, KPK melimpahkannya ke kepolisian dan kejaksaan," kata Miko. Kemudian, Alexander dikenal kerap melontarkan dissenting opinion dalam putusan.

Dalam beberapa putusannya, kata Miko, Alexander membebaskan terdakwa korupsi tanpa argumentasi yang cukup kuat. Pimpinan lainnya, Saut, dianggap tidak memiliki kompetensi dan pengalaman pada bidang korupsi. "Dia diragukan kompetensi dan pengalamannya di bidang korupsi," kata Miko. Miko mengatakan, seharusnya pemilihan pimpinan baru KPK dapat memberikan harapan baru terhadap penguatan KPK dan masa depan pemberantasan korupsi. Namun, kata Miko, yang terjadi justru sebaliknya, mengkhawatirkan.

"Nama-nama yang memiliki rekam jejak panjang dalam kerja pemberantasan korupsi malah tidak dipilih oleh Komisi III," kata dia. Oleh karena itu, ia menekankan, perlu adanya pengawasan dari publik dan internal KPK untuk mengawasi kinerja pimpinan baru. "Pimpinan KPK harus berdiri di depan untuk mendukung penguatan KPK dan menolak pelemahan KPK," kata Miko.

Anggota Komisi III DPR melakukan voting setelah upaya musyawarah mufakat tidak tercapai. Voting diikuti oleh 54 anggota komisi bidang hukum itu dari lintas fraksi. Lima calon terpilih adalah Agus Rahardjo (53 suara), Basaria Panjaitan (51 suara), Alexander Marwata (46 suara), Laode Muhammad Syarif (37 suara), dan Saut Situmorang (37 suara) sebagai pimpinan KPK periode 2015-2019. Kemudian, dilakukan voting lagi dan Agus Rahardjo terpilih menjadi ketua. Agus mengantongi 44 suara, mengungguli empat pimpinan terpilih KPK lainnya.

Jumat, 18 Desember 2015 | 07:58 WIB - JAKARTA, KOMPAS.com

Rabu, 09 Desember 2015

Anggota MKD yang Membela Novanto Bertambah

Dalam sepekan, jumlah anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang memilih untuk menghentikan kasus Ketua DPR Setya Novanto bertambah. "Bisa dibilang seperti itu," kata Sudding menjawab pertanyaan mengenai bertambahnya anggota MKD yang membela Novanto, Selasa (8/12/2015) malam. Saat MKD menggelar voting terbuka pada Selasa (1/12/2015), ada enam anggota MKD yang memilih untuk menghentikan kasus ini. Keenam anggota tersebut adalah Kahar Muzakir, Ridwan Bae dan Adies Kadir dari Fraksi Golkar, kemudian Sufmi Dasco Ahmad dan Supratman Andi Agtas dari Fraksi Gerindra, dan Zainut Tauhid dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan. 

Upaya mereka membela Setya Novanto kandas karena 11 anggota MKD lainnya sepakat untuk melanjutkan kasus pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden ini ke persidangan. Namun kini, beberapa anggota MKD yang semula sepakat untuk melanjutkan kasus Novanto itu berbalik arah. Mereka kini membela Novanto dengan menilai perlunya kasus itu dihentikan. Menurut Sudding, upaya pembelaan ini dapat dilihat dari proses pemeriksaan Novanto yang berlangsung tertutup pada Senin (7/12/2015). 

Dalam sidang yang dipimpin Kahar Muzakir itu, mayoritas anggota MKD pasrah mengikuti kemauan Novanto yang meminta sidang berlangsung tertutup meskipun tidak ada rahasia negara yang sensitif untuk disampaikan terbuka dalam sidang. Hanya di hadapan 17 anggota MKD, Novanto pun membacakan 12 lembar nota pembelaan yang isinya kembali mempermasalahkan legal standing Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said sebagai pelapor. Padahal, masalah ini dianggap selesai saat MKD menghadirkan pakar bahasa Yahya Bachria yang menyatakan semua orang memiliki legal standing untuk melapor ke MKD.  

Novanto juga mempermasalahkan legalitas dan keaslian rekaman percakapan antara dia, pengusaha minyak Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Maroef Sjamsoeddin. Politisi Partai Golkar ini pun menolak menjawab pertanyaan seputar isi rekaman yang memperdengarkan percakapan pria yang diduga Novanto dengan dibantu pria yang diduga Riza Chalid untuk meminta saham PT Freeport kepada Maroef dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla. 

Padahal, masalah rekaman ini juga sudah dianggap selesai saat MKD berkonsultasi dengan Kapolri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti. Dalam diskusi tersebut, Kapolri menyatakan bahwa rekaman itu tidak perlu diuji melalui laboratorium forensik karena orang yang ada dalam rekaman itu sudah mengakuinya. Anehnya, lanjut Sudding, mayoritas anggota MKD kini seolah menjadikan pembelaan Novanto sebagai pegangan. 

Sebagian anggota yang ingin menghentikan kasus ini beralasan bahwa pelapor tidak mempunyai legal standing dan alat bukti yang legal untuk mengadukan dugaan pelanggaran etika Ketua DPR. Ada juga sejumlah anggota MKD yang ingin rekaman percapakan itu diuji kembali keasliannya melalui laboratorium forensik Mabes Polri. Akhirnya opsi kedua ini lah yang dipilih. Untuk melakukan uji rekaman asli ini, MKD akan terlebih dulu meminta handphone yang digunakan Maroef untuk merekam dari Kejaksaan Agung. "Ini hanya mengulur-ulur waktu. Menurut saya, tak perlu audit forensik. Bagi saya ini sudah terang benderang karena Maroef yang ikut dalam pertemuan itu sudah mengakui di persidangan bahwa dia yang merekam," ujar Sudding. 

Pesimistis MKD jatuhkan sanksi sesuai Sudding enggan menyebut siapa saja anggota MKD yang balik badan membela Novanto. Namun dia mengakui bahwa jumlahnya cukup banyak. Bahkan, menurut Sudding, mayoritas anggota MKD kini menjadi pembela Novanto. 

Meskipun demikian, Sudding mengklaim dirinya tidak akan terpengaruh akan perubahan sikap rekan-rekannya di MKD. Namun dengan peta yang ada sekarang, dia pesimistis MKD akan memutuskan sanksi yang sesuai dengan pelanggaran etika Novanto. "Kalau (sanksi) tak sesuai, saya akan dissenting opinion, dan itu harus dibacakan. Yang paling penting sikap kita jelas. Jadi supaya MKD jangan digeneralisir (membela Novanto), itu yang saya tidak terima," ucap Sudding. 

Meski tak mau buka-bukaan siapa saja anggota yang membela Novanto, namun Sudding sempat mengungkapkan anggota MKD masih memperjuangkan agar sidang Novanto kemarin berlangsung terbuka. Menurut dia, hanya lima dari 17 anggota MKD yang ingin sidang Novanto kemarin berlangsung terbuka. Selain Sudding, empat orang lainnya adalah Akbar Faizal (Nasdem), Junimart Girsang (PDI-P), Guntur Sasono, dan Darizal Basir (Demokrat)

JAKARTA, KOMPAS.com

Kapolri Mentahkan Setya Novanto soal Rekaman

Kepala Polri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti mematahkan argumentasi Ketua DPR Setya Novanto yang menyatakan rekaman  Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin atas percakapan dengannya pada 8 Juni 2015 tidak sah. Menurut Kapolri, rekaman bisa dilakukan oleh siapa saja sebagai dokumen pribadi atau sebagai langkah antisipasi jika terjadi masalah pada kemudian hari. Badrodin memberikan analogi seperti rekaman yang dilakukan dengan menggunakan kamera CCTV. Rekaman menggunakan CCTV juga tidak memerlukan izin karena bersifat untuk dokumentasi dan mengantisipasi terjadinya masalah. "Ini yang dipermasalahkan apanya? Kalau Anda bertamu di ruang tamu saya juga ada CCTV," ujar Badrodin di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa (8/12/2015). 

"Kalau saya ngomong sama tamu, terus kemudian ada masalah kan bisa saya buka. Ini loh, saya tidak ngomong seperti itu," kata dia. Dapat jadi bukti. Karena itu, Badrodin menyatakan bahwa rekaman pembicaraan Setya Novanto bersama pengusaha migas Riza Chalid dapat dijadikan bukti untuk mengawali penyelidikan. 

Meski demikian, Badrodin mengatakan bahwa Polri masih menunggu penyelidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung terkait kasus tersebut. "Ya bisa saja. Jangankan rekaman, tulisan, jejak kaki pun bisa jadi alat bukti. Puntung rokok juga bisa jadi (alat bukti), jadi tidak ada masalah," ucapnya. 

Dalam kesempatan terpisah, Jaksa Agung M Prasetyo mengatakan, Kejaksaan tidak mempersoalkan keabsahan alat bukti rekaman yang diserahkan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin. Menurut dia, bukti rekaman tersebut telah dibenarkan oleh pembuat rekaman yang suaranya turut ada di dalam rekaman tersebut. "Kami juga tidak mau mempermasalahkan legal atau tidak legal perekaman seperti yang diucapkan Pak Setya Novanto kemarin," ujar Prasetyo saat dihubungi, Selasa (8/12/2015). 

Ketua DPR RI Setya Novanto menilai, tindakan perekaman yang dilakukan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin atas percakapan dengannya pada 8 Juni 2015 tidak sah. Anggota Mahkamah Kehormatan Dewan dari Fraksi Demokrat, Guntur Sasono, mengatakan bahwa Novanto menganggap Maroef tidak memiliki legal standing untuk merekam pembicaraan itu. "Beliau (Novanto) tidak menerima apa yang disampaikan pengadu. Rekaman seolah-olah tidak sah. Alasannya karena dia (Maroef) tidak memiliki legal standing," kata Guntur di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (7/12/2015). 

Rekaman pembicaraan yang melibatkan Novanto, Maroef, dan pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid itu menjadi salah satu alat bukti yang diserahkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said ketika membuat laporan ke MKD. Rekaman berdurasi 120 menit itu telah diputar saat sidang-sidang MKD yang menghadirkan Sudirman dan Maroef. Guntur mengatakan, Novanto menganggap tindakan Maroef merekam pembicaraan itu ilegal dan telah melanggar hukum. Hal itu disebabkan Maroef merekam percakapan tanpa ada izin. 

8 Desember 2015 | 17:18 WIB BOGOR, KOMPAS.com

Usulan Trump soal Orang Islam Mendiskualifikasi Jadi Presiden

Seruan Donald Trump agar orang Islam harus dilarang memasuki Amerika Serikat (AS) telah "mendiskualifikasi" dia untuk menjadi presiden AS. Juru Bicara Gedung Putih, Josh Earnest, mengemukakan hal itu Selasa (8/12/2015) waktu setempat untuk menanggapi penyataan kontroversial Trump sehari sebelumnya.  "Faktanya adalah apa yang Donald Trump katakan kemarin mendiskualifikasi dia untuk menjabat sebagai presiden," kata Sekretaris Pers Gedung Putih Josh Earnest dalam konferensi pers. Sikap pejabat Gedung Putih yang sangat mempertimbangkan komentar seorang bakal calon partai oposisi merupakan langkah yang sangat tidak biasa. Earnest, yang melukiskan Trump sebagai "penjaja karnaval berambut palsu", mengatakan usulan pengusaha real estate itu tidak konstitusional. Earnest menegaskan bahwa setiap presiden AS harus bersumpah untuk "melestarikan, melindungi dan mempertahankan" Konstitusi Amerika Serikat. Dengan demikian, kata dia, Trump sudah tidak memenuhi syarat tersebut.

Bakal calon unggulan dari Partai Republik itu pada Senin lalu mengeluarkan sebuah pernyataan yang menyerukan AS menolak masuk orang-orang Muslim. Usulannya itu mendapat kecaman luas, termasuk dari beberapa bakal kandidat di partainya sendiri. Earnest menantang Partai Republik, terutama para bakal kandidat lainnya, untuk mengecam Trump. Ia mengatakan semua calon presiden Partai Republik telah menandatangani janji untuk mendukung siapa pun calon yang pada akhirnya akan diajukan partai itu.

"Para bakal calon presiden Partai Republik yang berpegang teguh pada janjinya untuk mendukung Trump, dengan sendirinya diskualifikasi," kata Earnest. "Pertanyaannya sekarang adalah tentang sisa (bakal calon) Partai Republik lainnya dan apakah mereka tidak terseret ke dalam tong sampah sejarah bersama dia (Trump). Saat ini lintasannya sangat tidak baik."

Ketua DPR AS Paul Ryan, tanpa menyebut nama Trump, telah mengecam seruan tersebut. “Biasanya saya tidak mengomentari apa yang sedang terjadi dalam pemilu presiden. Saya melakukan pengecualian hari ini. Ini bukan tentang konservatif atau bukan. Apa yang diusulkan kemarin bukanlah sikap partai, dan terutama sekali hal itu bukan sikap negara ini,” kecam Ryan. Juru bicara Badan urusan Pengungsi PBB UNRA Melissa Flemming hari Selasa mengatakan retorika itu merugikan upaya PBB merelokasi sebagian pengungsi ke Amerika.

“Kami memiliki program pemukiman kembali pengungsi yang sangat besar ke Amerika dan program itu mencakup para pengungsi Suriah, kami bicara tentang pengungsi Suriah saat ini, dan kami prihatin retorika yang digunakan dalam kampanye pemilu itu dapat menimbulkan resiko bagi program pemukiman kembali orang-orang yang sangat rentan ini, korban peran yang tidak bisa dihentikan dunia,” ujar Melissa. Sementara, Perdana Menteri Inggris David Cameron menyebut rencana Trump itu “memecah belah, merugikan dan salah.”

WASHINGTON, KOMPAS.com - Editor : Egidius Patnistik - Sumber : AFP, CNN

Donald Trump Tak Peduli dengan Kecaman

Beberapa jam setelah memicu kontroversi dengan menyerukan pelarangan umat Muslim masuk ke Amerika Serikat, Donald Trump mengeluarkan tanggapan yang tidak kalah kontroversial. “Saya tidak peduli” tuturnya ketika berpidato di Mount Pleasant, South Carolina, Selasa (8/12/2015).  “Saya menyerukan sesuatu yang sangat penting, dan itu memang belum tentu benar secara politis, namun saya tidak peduli” tegasnya. “Kita sudah di luar kontrol, kita tidak punya gambaran siapa yang datang ke negara ini, kita tidak tahu apakah mereka mencintai atau membenci kita. Kita juga tidak tahu apakah mereka akan mengebom kita,” kata taipan real estate ini dengan berapi-api. Trump menambahkan, dia mempunyai banyak teman Muslim yang baik dan hebat. Namun Trump mengutarakan bagaimana teman Muslimnya ini juga menyadari masalah yang dihadapi Amerika sekarang dan Amerika tidak dapat membiarkan hal ini begitu saja. 

Siaran Pers kampanye pebisnis eksentrik ini sebelumnya menyerukan pencegahan semua orang Muslim memasuki Amerika. "Donald Trump menyerukan pencegahan total dan menyeluruh orang-orang Muslim memasuki Amerika Serikat sampai perwakilan-perwakilan negara kita dapat mengetahui apa yang sedang terjadi," bunyi siaran pers kampanye Trump. 

Pesannya itu muncul terkait dengan penembakan massal mematikan di San Bernardino, California, oleh tersangka simpatisan ISIS dan sehari setelah Presiden Barack Obama meminta warga AS tidak "melawan satu sama lain" karena takut. 

SOUTH CAROLINA, KOMPAS.com - Penulis : Kontributor Singapura, Ericssen Editor : Egidius Patnistik Sumber : The Guardian

Selasa, 08 Desember 2015

Sidang Setya Novanto berlangsung tertutup.

Sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang memeriksa Ketua DPR Setya Novanto di ruang sidang MKD, Kompleks Parlemen, Senayan, Senin (7/12/2015), berlangsung tertutup. Rapat dipimpin oleh pimpinan MKD dari Golkar, Kahar Muzakir. Baca: Siapa Kahar Muzakir, Wakil Ketua MKD yang Pimpin Pemeriksaan Setya Novanto? "Saya kira sudah mulai sidangnya, dipimpin Pak Kahar," kata politisi Golkar, Roem Kono, yang mendampingi Setya Novanto masuk ke ruang sidang, Senin. Roem Kono mengaku sempat mendampingi Novanto untuk masuk sebentar ke ruang sidang bersama politisi Golkar lain, seperti Robert Joppy Kardinal dan Nurul Arifin. Pengacara Novanto, Firman Wijaya, juga hadir. Namun, beberapa saat setelah sidang dibuka, Novanto mengaku hendak menjalani sidangnya sendirian. "Jadi, saya dan teman-teman yang lain hanya mengantarkan saja sebentar," kata dia.

Kedatangan Novanto ke ruang sidang MKD siang ini memang dikawal ketat oleh sekitar 40 orang petugas pengamanan dalam yang membentuk barikade. Petugas pamdal membentuk barisan dari pintu depan Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, yang mengisyaratkan bahwa Novanto akan datang melalui pintu itu. Akan tetapi, ia masuk melalui pintu samping dan langsung bergerak cepat masuk ke ruang sidang.

Pihak dari TV Parlemen yang biasanya meliput jalannya sidang untuk disiarkan di tv swasta lain tidak diizinkan untuk masuk.

JAKARTA, KOMPAS.com

Siapakah Kahar Muzakir ?

Sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dengan jadwal pemeriksaan terhadap Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto akhirnya berlangsung tertutup, Senin (7/12/2015) siang. Informasi bahwa sidang itu diputuskan berlangsung tertutup tidak diketahui langsung  anggota MKD, tetapi dari politisi Partai Golkar, Roem Kono, yang mendampingi Setya saat masuk ke dalam ruang sidang. 

Kejanggalan berikutnya, sidang MKD kali ini dipimpin oleh Wakil Ketua MKD Kahar Muzakir yang berasal dari fraksi yang sama dengan Setya, yakni Fraksi Partai Golkar. Siapakah Kahar Muzakir dan bagaimana rekam jejaknya selama ini? Berikut informasi yang dihimpun Kompas.com dari sejumlah pemberitaan dan juga situs dpr.go.id.

Seorang pengusaha Kahar adalah anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari daerah pemilihan Sumatera Selatan I. Kahar sudah pernah menjadi anggota DPR pada periode 2004-2009, 2009-2014, dan pada periode kali ini, 2014-2019. Pria kelahiran Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, 10 Desember 1946, ini adalah seorang pengusaha. Dia pernah menjadi Direktur Utama PT Putra Karya Sarana (2001), dan Direktur PT Helindo Graha (1993). Dia juga sempat bertugas pada equipment operator training Trakindo (1975) dan supervisor training di Pertamina. 

Karier politik Kahar dimulai saat menjadi Bendahara DPP Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) Provinsi Sumatera Selatan pada periode 1984-1989. AMPI adalah salah satu organisasi sayap Partai Golkar. Kahar juga didaulat sebagai Ketua I Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Provinsi Sumatera Selatan pada 1985-1987. 

Dia akhirnya mulai bergabung ke kepengurusan DPD Partai Golkar Sumatera Selatan pada 1987-1997 sebagai Kepala Biro Koperasi dan Wiraswasta. Dia kemudian dipercaya sebagai Wakil Ketua DPD Partai Golkar Sumatera Selatan pada 1998-2004. 

Akrab dengan KPK Kahar Muzakir sempat beberapa kali diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pemeriksaan tersebut antara lain terkait kasus suap pembahasan revisi Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 tentang pembangunan venue lapangan tembak Pekan Olahraga Nasional (PON) XVII di Riau. Di dalam kasus itu, KPK telah lebih dulu meringkus Gubernur Riau Rusli Zainal yang juga politisi Partai Golkar. Kasus PON Riau ini pun telah menyeret nama Setya Novanto. Dugaan keterlibatan Setya dan Kahar dalam kasus PON Riau ini terungkap melalui kesaksian Lukman Abbas di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Riau. Saat itu, Lukman mengaku menyerahkan uang 1.050.000 dollar AS (sekitar Rp 9 miliar) kepada Kahar Muzakir, anggota Komisi X DPR dari Partai Golkar. Penyerahan uang merupakan bentuk permintaan bantuan PON dari dana APBN sebesar Rp 290 miliar. Lukman juga mengungkapkan, ia memberikan 1.050.000 dollar AS kepada Setya saat menyerahkan proposal bantuan dana PON Riau ke Setya. 

Menghakimi Sudirman Said Rekam jejak Kahar Muzakir di MKD cukup kontroversial. Namanya menjadi perbincangan publik setelah mengajukan pertanyaan yang dianggap tidak substansial terhadap Sudirman Said. Sudirman bahkan merasa dihakimi dengan pertanyaan Kahar yang tak menyentuh topik aduan, yakni terkait pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden. 

Berikut kutipan pertanyaan Kahar dan jawaban Sudirman pada sidang MKD, Senin pekan lalu itu: "Apakah betul Saudara mengizinkan PT Freeport Indonesia mengekspor konsentrat?" kata Kahar. "Apakah pertanyaan ini relevan?" ucap Sudirman. Kahar pun merasa pertanyaan ini relevan sebab dia menilai bahwa izin ekspor konsentrat bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara. Dia mengaitkan pelanggaran ini dengan pernyataan Sudirman Said yang berniat memburu rente. "Kalau Anda melanggar UU, jangan-jangan Anda bagian dari itu (rente)," kata Kahar. "Saya sudah jelaskan di Komisi VII. Saya tidak merasa melanggar hukum. Yang Mulia menuduh saya dan menghakimi saya," ucap Sudirman. 

Setelah itu, Kahar pun bertanya mengenai izin kepada Freeport untuk membuat limbah racun di tanah Papua. "Tidak, saya tidak pernah izinkan. Kami dapat laporan dari tim, tentu ada manajemen lingkungan. Ini bicara PT Freeport atau pengaduan," jawab Sudirman. 

Dengan berbagai catatan perjalanan Kahar yang selama ini tercata media, publik pun bertanya-tanya, akankah Kahar Muzakir bisa memimpin sidang MKD secara obyektif? 

JAKARTA, KOMPAS.com

Minggu, 15 November 2015

Rekayasa Jokowi dan Suku Anak Dalam

Dua foto Presiden Joko Widodo saat berdialog dengan Suku Anak Dalam ramai diperbincangkan di media sosial. Ironisnya, bukan substansi dialog yang diperbincangkan, melainkan tudingan adanya rekayasa atas peristiwa itu. Dua foto yang beredar di media sosial Presiden Joko Widodo berbincang dengan tokoh suku Anak Dalam di Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi,Jumat (30/10/2015). Dalam pertemuan itu, Presiden menawarkan untuk merelokasi ke rumah yang layak. Jokowi merupakan presiden pertama yang mengunjungi suku Anak Dalam di Jambi.

Inset: Presiden Joko Widodo berdialog dengan wargadi rumah singgah Suku Anak Dalam yang diabadikan oleh Tim Komunikasi Presiden - sumber ; KOMPAS/C WAHYU HARYO ),
Foto itu disusun dalam satu bingkai dengan penempatan yang satu ada di atas dan yang satunya di bagian bawah. Foto yang di atas memperlihatkan Presiden Joko Widodo yang didampingi Bupati Sarolangun Cek Endra tengah duduk berjongkok di depan rumah, dikelilingi laki-laki dewasa Suku Anak Dalam yang mengenakan pakaian. Foto yang di bawah memperlihatkan Presiden Jokowi yang duduk jongkok di kebun sawit, dikelilingi laki-laki Suku Anak Dalam yang sebagian hanya mengenakan kain untuk menutup aurat. Tidak ada yang salah dari kedua foto itu karena itu foto apa adanya, tanpa ada rekayasa digital. Persoalan muncul ketika pada foto di atas diberi teks, "Sebelum mulai kita briefing dulu bapak-bapak...sebentar lagi kostumnya dibuka ya...biar seperti suku anak dalam." Sementara itu, foto di bawah diberi teks, "Hadap ke saya semua biar kelihatan nyata."  Tidak hanya itu, bagian kepala dari lima orang laki-laki yang ada pada kedua foto tersebut juga diberi lingkaran berwarna, masing-masing merah, putih, kuning, biru, dan hijau. Pesan yang ingin disampaikan, seolah-olah lima laki-laki di situ adalah orang yang sama dan disuruh Presiden untuk berperan menjadi warga Suku Anak Dalam.

Menistakan  ;   

Tudingan rekayasa itu jelas menyesatkan dan menistakan akal sehat. Faktanya, kronologi kejadiannya tidaklah demikian.  Perjalanan menuju tempat tinggal warga Suku Anak Dalam di Desa Bukit Suban, Kecamatan Air Hitam, di Kabupaten Sarolangun, Jumat (30/10/2015), ditempuh Presiden dengan menggunakan helikopter Superpuma. Penerbangan dari Bandara Sultan Thaha Syarifuddin menuju tempat pendaratan helikopter di lapangan desa membutuhkan waktu sekitar 45 menit. Helikopter mendarat di lapangan itu sekitar pukul 15.25. Perjalanan dilanjutkan menggunakan mobil dengan melewati jalan tanah. Sekitar 10 menit kemudian iring-iringan mobil berhenti. Presiden yang di dampingi Ny Iriana Jokowi dan sejumlah menteri lantas berjalan kaki menuju tenda di kebun sawit yang menjadi tempat tinggal Suku Anak Dalam.  Kompas yang ikut dalam rombongan itu melihat, Presiden dan Ny Iriana menyapa dan berinteraksi dengan warga Suku Anak Dalam barang sejenak. Selanjutnya, Presiden mengajak empat laki-laki dewasa dalam kelompok itu untuk sedikit menjauh dari kerukunan dan berdialog. Memang warga dalam kelompok itu mengenakan pakaian ala kadarnya, seperti tergambarkan dalam foto yang dimuat harian Kompas Sabtu lalu. Dalam dialog itu, Presiden didampingi Babinsa Desa Bukit Suban Kopral Husni Thamrin selaku penerjemah. 

Usai berdialog, Presiden dibantu para menteri memberikan bantuan paket bahan makanan dan Kartu Indonesia Sehat. Selanjutnya, Presiden meninggalkan kebun sawit itu untuk menuju lokasi rumah yang dibangun Kementerian Sosial bagi komunitas adat terpencil yang berjarak kurang dari satu kilometer dari sana. Sebelum beranjak dari sana, Presiden menyempatkan menjawab pertanyaan wartawan. Presiden menjelaskan, selain untuk memantau titik api di Jambi dari udara, ia juga ingin bertemu langsung dengan Suku Anak Dalam. "Beberapa kali saya baca mereka ada kesulitan-kesulitan, baik makanan maupun permukiman. Ini tadi sudah kita tanya langsung apakah mau tinggal di rumah dan tidak muter nomaden lagi," kata Presiden. "(Mereka menjawab) mau, tetapi dengan syarat-syarat rumahnya jaraknya agak jauh, lalu ada lahan. Sudah nanti disiapin, Bu Menhut sudah nyiapin, Pak Bupati, Pak Gubernur. Nanti yang mengenai rumahnya diurus Mensos," kata Presiden lagi. Setelah itu, Presiden dan rombongan kembali ke mobil untuk bergerak menuju rumah yang dibangun Kemensos. Di sana, Presiden melihat kondisi rumah dan sekali lagi berdialog dengan Suku Anak Dalam yang telah dibina dan diplot untuk menempati rumah itu.

Berbeda dengan warga Suku Anak Dalam yang dijumpai di kebun sawit, mereka yang berdialog dengan Presiden di lokasi ini memang mengenakan pakaian lengkap. Ada satu peserta dialog ikut dalam dialog di kebun sawit dan di rumah itu, yakni penerjemah Husni Thamrin. "Saya ini tadi ngecek rumah yang sudah dibangun. Masih banyak yang kurang, belum ada sumurnya. Tapi, sebentar lagi sudah akan kita buat sumurnya. Terus listrik. Dulu listrik sudah ada, tapi tidak bisa bayar jadi diputus PLN," kata Presiden. Presiden mengungkapkan itu setelah melihat kondisi rumah dan berdialog dengan warga Suku Anak Dalam di rumah itu.  Selanjutnya, Presiden dan rombongan meninggalkan lokasi itu untuk kembali ke lapangan di Desa Bukit Suban. Dari sana, Presiden terbang menggunakan helikopter menuju ke Jambi.

Dengan merunut kejadian yang sebenarnya, jelas bahwa dua foto yang terbingkai dalam satu frame dengan teks yang berkembang di media sosial itu justru memutarbalikkan fakta. Tentu saja penyampaian informasi yang menyesatkan dan menistakan akal sehat ini tidak boleh dibiarkan.

Ketika kunjungan itu didasari rasa kemanusiaan untuk menolong Suku Anak Dalam, bukankah tudingan rekayasa itu juga mencederai kemanusiaan itu sendiri.

Selasa, 3 November 2015 | 10:15 WIB - KOMPAS.com — Penulis    : Christoporus Wahyu Haryo P -Editor     : Glori K. Wadrianto

Sabtu, 14 November 2015

ISIS sebagai Dalang Serangan di Paris

Presiden Perancis Francois Hollande menyebutkan bahwa serangan teroris yang sedikitnya membunuh 127 orang, Jumat (13/11/2015) malam, sebagai perang yang dilakukan oleh Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). "Ini adalah perang yang dilakukan oleh pasukan teroris, pasukan jihad, Daesh, melawan Perancis. Ini adalah perang yang telah dipersiapkan, diatur dan direncanakan dari luar negeri dengan melibatkan orang di sini melakukan investigasi dalam menunjang rencana tersebut," ujar Hollande dari Istana Presiden Élysée Palace, Sabtu (14/11/2015). Kata 'Daesh' yang dipakai oleh Hollande adalah istilah untuk ISIS dalam bahasa Arab. Namun Hollande tidak menjelaskan spesifik data yang membuktikan keterlibatan ISIS.  Sementara itu, beredar pernyataan di Twitter yang belum bisa diverifikasi bahwa ISIS bertanggung jawab atas serangan di Perancis. Mereka menyebut serangan ini sebagai 'mukjizat'.

 Sabtu, 14 November 2015 | 18:02 WIB - PARIS, KOMPAS.com

Rabu, 04 November 2015

Laporkan Balik Fadli Zon

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mendukung langkah aktivis antikorupsi, Ronny Maryanto, yang melaporkan dugaan money politic yang dilakukan Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon kepada Panitia Pengawas Pemilu saat pesta Pemilu Presiden 2014 lalu.  Meski Ronny menjadi tersangka pencemaran nama baik, Ganjar menilai hal tersebut menunjukkan partisipasi rakyat untuk menciptakan pemilu yang bersih."Ronny, jangan menyerah. Anda harus lawan.Kalau perlu, gunakan semua alat bukti ketika dulu melaporkan Fadli ke Panwas. Lawan dia dengan baik, dengan bukti adanya dugaan money politic," kata Ganjar, Rabu (4/11/2015).

Sebagai tersangka, lanjut Ganjar, Ronny mempunyai hak-hak hukum. Ia menyarankan untuk melaporkan balik Fadli Zon atas laporan pencemaran nama baik atas dirinya. Jika sudah demikian, ia yakin efek yang nanti ditimbulkan akan jauh lebih hebat."Atas laporan Fadli, sekarang Ronny jadi tersangka, nama baik Ronny otomatis dicemarkan. Laporkan balik saja, nanti efeknya bisa lebih ngeri. Bahkan, kalau nanti jadi tersangka, jabatan Fadli sebagai pimpinan Dewan bisa saja dicopot," ujar Ganjar.

Jika laporan Ronny lantas tidak ditindaklanjuti, itu kemudian bisa jadi pertanyaan. Mengapa antara dua laporan pencemaran nama baik diproses secara berbeda ketika tidak dilanjutkan. Pelaporan pejabat negeri ini terhadap para aktivis dalam kasus pilkada menunjukkan masih banyak warga biasa yang terus kalah.

"Ronny sudah benar sebagai masyarakat dan pemantau melaporkan pelanggaran, kok malah jadi tersangka. Ini kalau jadi yurisprudensi hukum bisa kacau. Masyarakat akan takut terlibat dalam pengawasan pemilu serta dalam pengawasan di pemerintahan," ujar politikus PDI Perjuangan ini. Dia pun menegaskan bahwa persoalan berkaitan dengan pengaduan selalu tidak bisa tuntas. Panwas sebagai lembaga tidak bisa bertindak cepat karena kewenangannya yang terbatas. Keputusan juga tidak final. "Saya sarankan, Ronny paksa pengadilan buka lagi kasus lama. Panwas diperiksa, buka berita acara yang dulu. Dari situ, nanti ketahuan siapa yang sesungguhnya dizalimi," ujarnya.

Penulis    : Kontributor Semarang, Nazar Nurdin - Editor     : Caroline Damanik -SEMARANG, KOMPAS.com

Selasa, 03 November 2015

Engeline Bekerja sampai Jam 11 Malam

Suami istri bernama Susiani dan Handono menjadi saksi dalam sidang perkara pembunuhan Engeline dengan terdakwa Agustay Handa May. Susiani dan Handono pernah indekos di rumah terdakwa Margriet yang menjadi tempat kejadian perkara pembunuhan di Jalan Sedap Malam Nomor 26, Denpasar. "Kan Ibu lihat katanya Engeline setiap pagi memberi makan ayam, bagaimana keadaannya?" tanya hakim Edward Harris Sinaga kepada Susiani, Denpasar, Selasa (3/11/2015).  "Badannya kurus, Pak. Kurus sekali," jawab Susiani.  Selain Susiani, hakim bertanya secara bergantian antara Susiani dan Handono. Yang mengejutkan, Engeline bekerja hingga pukul 11 malam. "Engeline juga mencuci tempat minuman ayam-ayam, sampai pukul 11 malam," kata Handono.

Hakim juga menanyakan soal aktivitas sekolah Engeline saat kelas II di SDN 12 Sanur, Denpasar.  "Engeline kalau sekolah jalan kaki. Jaraknya kurang lebih dua kilometer," kata Susiani.  Susiani dan Handono juga menjelaskan, kondisi pakaian sekolah Engeline agak kusut.

Bahkan, diakui kedua saksi, Engeline sering dimarahi ibu angkatnya (Margriet) di dalam kamarnya.  Kedua saksi tidak melihat langsung, hanya mendengar suara Margriet yang memarahi Engeline dan suara Engeline. "Jangan mami, jangan mami...," kata Susiani.

 Selasa, 3 November 2015 | 13:44 WIB  -  DENPASAR, KOMPAS.com

Jumat, 30 Oktober 2015

Donald Trump Tutup Semua Masjid di Amerika

Jadi Presiden, Donald Trump Janji Akan Tutup Semua Masjid di Amerika. Bakal Calon Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyatakan siap menutup masjid-masjid di AS dalam rangka melawan ISIS. “Aku akan melakukan itu (penutupan masjid, red), pasti,” kata Trump dalam Fox Business Network ketika ditanya tanggapannya bagaimana jika AS juga menutup masjid sebagai bagian dari perang melawan ISIS seperti yang dilakukan Inggris.  Trump menambahkan, mungkin secara hukum saat ini tidak dibenarkan menutup masjid tetapi ada alasan yang harus diperhatikan. “Itu tergantung pada apakah masjid tersebut, seperti Anda tahu, ditempati para beruang,” lanjutnya seperti dikutip New York Time, Kamis (22/10/2015).

Sontak, pernyataan Trump mendapat kecaman dari sejumlah pihak utamanya umat Islam. Dewan Hubungan Islam-Amerika (CAIR) menilai pernyataan Trump itu bertentangan dengan konstitusi AS dan prinsip kebebasan beragama.

"Rencana Donald Trump menutup masjid-masjid di AS dengan dalih melawan kelompok ekstrimis sangat tidak sesuai dengan konstitusi dan prinsip yang dihargai di AS tentang kebebasan beragama," kata Robert McCaw, Manager Bidang Pemerintahan CAIR.  McCaw menambahkan, pemerintah tidak berhak memutuskan keyakinan apa yang dapat diterima di AS. Sebelumnya, Trump juga menuai kritik dari kelompok-kelompok Muslim pada bulan lalu ketika ia tidak membantah pendukungnya yang mengatakan:  "Kami memiliki masalah di negeri ini, yang disebut Muslim," katanya

Jumat, 30 Oktober 2015 10:37 -NEW YORK, TRIBUNJABAR.CO.ID

Kapolri tentang "Hate Speech"

Setelah dikaji cukup lama, Surat Edaran (SE) Kapolri soal penanganan ujaran kebencian atau hate speech akhirnya dikeluarkan SE dengan Nomor SE/06/X/2015 tersebut diteken Jenderal Badrodin Haiti pada 8 Oktober 2015 lalu dan telah dikirim ke Kepala Satuan Wilayah (Kasatwil) seluruh Indonesia.

Dalam salinan SE yang diterima Kompas.com dari Divisi Pembinaan dan Hukum (Divbinkum) Polri, Kamis (29/10/2015), disebutkan bahwa persoalan ujaran kebencian semakin mendapatkan perhatian masyarakat baik nasional atau internasional seiring meningkatnya kepedulian terhadap perlindungan hak asasi manusia (HAM).

Bentuk, Aspek dan Media
Pada Nomor 2 huruf (f) SE itu, disebutkan bahwa “ujaran kebencian dapat berupa tindak pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan ketentuan pidana lainnya di luar KUHP, yang berbentuk antara lain:

1. Penghinaan,
2. Pencemaran nama baik,
3. Penistaan,
4. Perbuatan tidak menyenangkan,
5. Memprovokasi,
6. Menghasut,
7. Menyebarkan berita bohong dan semua tindakan di atas memiliki tujuan atau bisa berdampak pada tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, dan atau konflik sosial”.

Pada huruf (g) selanjutnya disebutkan bahwa ujaran kebencian sebagaimana dimaksud di atas bertujuan untuk menghasut dan menyulut kebencian terhadap individu dan atau kelompok masyarakat dalam berbagai komunitas yang dibedakan dari aspek:

1. Suku,
2. Agama,
3. Aliran keagamaan,
4. Keyakinan atau kepercayaan,
5. Ras,
6. Antargolongan,
7. Warna kulit,
8. Etnis,
9. Gender,
10. Kaum difabel,
11. Orientasi seksual.

Pada huruf (h) selanjutnya disebutkan bahwa “ujaran kebencian sebagaimana dimaksud di atas dapat dilakukan melalui berbagai media, antara lain:

1. Dalam orasi kegiatan kampanye,
2. Spanduk atau banner,
3. Jejaring media sosial,
4. Penyampaian pendapat di muka umum (demonstrasi),
5. Ceramah keagamaan,
6. Media massa cetak atau elektronik,
7. Pamflet.

Pada huruf (i), disebutkan bahwa “dengan memperhatikan pengertian ujaran kebencian di atas, perbuatan ujaran kebencian apabila tidak ditangani dengan efektif, efisien, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, akan berpotensi memunculkan konflik sosial yang meluas, dan berpotensi menimbulkan tindak diskriminasi, kekerasan, dan atau penghilangan nyawa”.

Prosedur penanganan

Adapun, pada nomor 3 SE itu, diatur pula prosedur polisi dalam menangani perkara yang didasari pada hate speech agar tidak menimbulkan diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa dan atau konflik sosial yang meluas.

Pertama, setiap personel Polri diharapkan mempunyai pemahaman dan pengetahuan mengenai bentuk-bentuk kebencian.
Kedua, personel Polri diharapkan lebih responsif atau peka terhadap gejala-gejala di masyarakat yang berpotensi menimbulkan tindak pidana.
Ketiga, setiap personel Polri melakukan kegiatan analisis atau kajian terhadap situasi dan kondisi di lingkungannya. Terutama yang berkaitan dengan perbuatan ujaran kebencian.
Keempat, setiap personel Polri melaporkan ke pimpinan masing-masing terhadap situasi dan kondisi di lingkungannya, terutama yang berkaitan dengan perbuatan ujaran kebencian.

Apabila ditemukan perbuatan yang berpotensi mengarah ke tindak pidana ujaran kebencian, maka setiap anggota Polri wajib melakukan tindakan, antara lain:

- Memonitor dan mendeteksi sedini mungkin timbulnya benih pertikaian di masyarakat,
- Melakukan pendekatan pada pihak yang diduga melakukan ujaran kebencian,
- Mempertemukan pihak yang diduga melakukan ujaran kebencian dengan korban ujaran kebencian,
- Mencari solusi perdamaian antara pihak-pihak yang bertikai dan memberikan pemahaman mengenai 
   dampak yang akan timbul dari ujaran kebencian di masyarakat;

Jika tindakan preventif sudah dilakukan namun tidak menyelesaikan masalah, maka penyelesaiannya dapat dilakukan melalui upaya penegakan hukum sesuai dengan:
- KUHP,
- UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,
- UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis,
- UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, dan
- Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2013 tentang Teknis  
  Penanganan Konflik Sosial.

Penulis    : Fabian Januarius Kuwado,  Editor     : Bayu Galih
Jumat, 30 Oktober 2015 | 06:06 WIB - JAKARTA, KOMPAS.com